i Love You, Sir

"Aku gak mau kita putus!" seru pengemudi di bangku kanan.
"Aku gak mau diatur-atur!" timpa sosok disampingnya tak mau kalah.
"Tapi aku gak suka kalo kamu deket-deket sama cowok lain!" ujarnya dengan nada lebih tinggi.
"Aku kan udah bilang, mereka temen aku, Reno." Nudia mengatur nafasnya yang tak terkendali akibat kekesalannya yang memuncak. "Aku gak bisa tetep sama kamu. Udah cukup! Hubungan kita gak bisa lagi dipertahanin." Nudia langsung membanting pintu jazz kuning yang terparkir di area EEB, English Education Bridge, tempat Nudia kursus Bahasa Inggris. meninggalkan Reno yang masih tak menerima keputusan Nudia mengakhiri hubungan mereka secara sepihak. Nudia mempercepat langkahnya menaiki tangga menuju lantai 3 ruang 311, jam tangannya menunjukkan pukul 19.10, yang berarti Ia telah lewat 10 menit dari jadwal yang seharusnya. Ini hari pertamanya memasuki kelas Conversation level akhir pada kursus Bahasa Inggris yang diambilnya sejak awal masuk kuliah. Langkahnya melemah saat melewati tiap bilik kelas yang tampaknya telah memulai pembelajaran. Ia melongok melalui kaca kecil pada ruangan yang tertulis angka 311 pada pintunya, memastikan ini adalah benar kelasnya. Nudia menarik pelan gagang pintu, dengan sedikit keraguan memasuki ruangan sembari melempar senyum ke seluruh ruangan. Nafasnya tertahan saat mendapati sosok yang tak asing lagi baginya berada di kursi pengajar. Akhirnya eberapa detik kemudian Ia berhasil mengendalikan diri.
"Maaf saya terlambat." ujar Nudia dalam Bahasa Inggris dan langsung duduk di bangku yang masih kosong tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya. Memang di
EEB ini semua siswanya wajib berbahasa Inggris saat berada di lingkungan kursus, baik dengan pengajar, staff, maupun sesama murid.
"It's okey." jawab sosok itu singkat, yang kemudian melanjutkan perbincangannya.
"Okey guys, Let's we start the class and I want you introduce your self, your name, address, hobbies, school and anything about you. I think you can be the first." Ia mengarahkan pandangannya kepada Nudia.
Nudia masih bengong dan tak percaya bahwa Ia menjadi orang pertama yang akan memperkenalkan diri. "Me?" tanyanya meyakinkan.
"Yes, absolutely!" jawabnya yakin.
"Sial kenapa harus gue yang pertama, padahal masih ada yang lain juga." omel Nudia dalam hati.
"Hey girl, please introduce yourself." pintanya lagi, tak sabar.
Nudia menatap sebal sosok di hadapnnya. "My name is Nudia Rafika. I live at Gajah Mada Street and I'm undergraduate students." Nudia memperkenalkan dirinya dengan singkat, cukup keterangan umum saja yang Ia ungkapkan. Kemudian secara bergilir setiap orang di ruangan itu memperkenalkan diri, ada beberapa yang telah bekerja tetapi mayoritas masih menjadi mahasiswa di perguruan tinggi. Tak ketinggalan sosok yang duduk sendiri di meja pengajar, tinggi, berkacamata, dan menjadi pusat perhatian.
"My name is Muhammad Deni. You can call me Mr. Deni and I'll be your teacher for this term until the promotion test. I hope we have good relation as teacher and students." jelasnya. 
Nudia kembali memandang sebal guru Bahasa Inggris dihadapannya. Ia sangat berharap akan mendapat pengajar yang baik hati di level akhir ini, bukan berarti Mr. Deni tidak baik hati. Hanya saja berdasarkan pengalamannya di level awal, Mr. Deni adalah orang yang sangat taat aturan dan disiplin. Beberapa kali Nudia mendapat sanksi karena telat, atau keceplosan berbahasa Indonesia saat berada di kelas.
Malam ini Nudia terpaksa menunggu jemputan abangnya yang baru beberapa menit yang lalu berangkat dari rumah. Alhasil Ia harus menunggu sekitar 15 menit lagi karena jarak rumahnya dan tempat kursus tak cukup jauh.
"Belum pulang?"
Nudia terhenyak dengan suara dari arah belakangnya. Ternyata Luqvi lah sumber dari suara itu.
"Iya belum, lagi nunggu dijemput." jawab nudia dengan melempar senyum.
"Bareng gue aja." ajak Luqvi.
"Gak usah. Abang gue udah jemput kok, lagi di jalan."
"Ooh gitu. Yaudah gue tungguin sampe abang lo jemput."
"Hah?" lagi-lagi Nudia terhenyak walau bukan baru kali ini Luqvi menawarinya mengantarkan pulang. Perkenalannya dengan Luqvi sejak level awal Ia kursus di EEB, sejak saat itu pula Ia tau Luqvi menyukainya. Mulai dari sekedar tawaran pulang bahkan beberapa kado pernah diberikan. Nudia telah menunjukkan penolakan secara halus dengan sengaja mengenalkan Reno yang kini menjadi mantannya. Namun tak ada yang berubah dengan sikap Luqvi, Nudia akhirnya pasrah namun tetap berusaha menolak termasuk seperti yang terjadi malam ini.
"Eh abang gue udah jemput. Duluan ya." ujar Nudia saat melihat sedan merah abangnya dari kejauhan.
"Okey. Bye..."
Nudia hanya membalas dengan senyum. "Syukurlah Bang Niko datang tepat waktu."
batinnya.

***

Hari ini begitu melelahkan untuk Nudia, setelah jadwal kuliah yang padat ditambah kursus Bahasa Inggris malamnya. Tanpa pulang ke rumah Ia langsung menuju tempat kursus dengan kendaraan umum. Nafasnya masih terengah saat sampai di lobby bawah, akhirnya  Ia memilih langsung naik ke atas agar bisa beristirahat di kelas,  meninggalkan Friska dan Lal
a. Tak hanya fisiknya yang kelelahan, namun juga perasaannya. Banyak yang berkecamuk dalam hatinya, mulai dari Reno yang bersikeras meminta balikan, nilai ujian yang masih belum keluar semua, dan yang paling parah adalah ada satu nilai mata kuliahnya yang E, yaitu Akutansi Lanjutan. Ia merasa sial sekali, padahal Ia merasa cukup bisa untuk mata kuliah itu. Nilai buruk itu terjadi akibat Ia memberi sontekan jawaban kepada temannya saat ujian akhir.
Bel tanda masuk telah berbunyi, Nudia menghela nafas panjang mengingat betapa melelahkannya hari ini
. Sesosok dengan seragam biru dan kacamata yang membingkai kornea coklatnya memasuki kelas tak berselang lama setelah bunyi bel
"Hello, Good evening class. How are you?" tanyanya kepada seisi kelas. "Hmm... You look not good, maybe you're tired, have a bad day, or have problems?" tanyanya lagi. Malam itu kelas didominasi wajah-wajah tak bersahabat, mungkin mereka juga sedang melewati hari yang berat. Hanya beberapa yang menjawab 'fine', yang lain menjawab 'not good', 'bad', 'just so so" dan sisanya memilih diam. Ia kembali melanjutkan. "Please open lesson 5 on page 40. The theme is respons and give support for others."
Seisi kelas mengikutinya membuka halaman yang dimaksud.
"I want you make a real story that make your friends give sympathy, support, and something like that. I give you 5 minutes"
Nilai Akuntansi Lanjutan yang menyedihkan langsung muncul di pikiran Nudia. Kini Ia merancang kata-kata dan alur cerita kejadian nilai itu hinggan berakhir di huruf E. Friska, Lala, Luqvi, dan yang lainnya juga sedang merancang apa yang akan diceritakannya kepada seisi kelas.
"Oke... The time is over. Friska, you're the first."
"Ooh okey." Friska memulai cerita, "Well, Last year on November my grandmother passed away, It's make me so sad until now. And than last month my ex boyfriend dump me."
Kontan kelas menjadi gaduh dengan bermacam komentar, Deni pun ikut tercengang dengan cerita Friska, terutama cerita terakhirnya. "I'm sorry to hear that but I want to know why your boyfriend dump you?" tanyanya prihatin. "I mean your ex." Ia memperjelas kalimatnya yang malah mengundang tawa.
"Hmm... Because He has another guys, Sir." jawab Friska.
"Ooh... Poor you!" Lala ikut bersimpati diikuti yang lainnya. Setelah semuanya memberikan respon simpati, Lala, Jihan, Ferdi, Luqvi dan lainnya menceritakan kejadian menyedihkan yang mereka alami. Hingga tinggal satu orang yang lagi yang belum mengungkapkan kisahnya, yaitu Nudia.
"I’ve get bad score for my accounting lesson. Because I give my answer test to my friend, and my lecture think that I cheat him. So, She give me and him E's score for that lesson." Ungkap Nudia sedih.
"Have you explain the real story?" tanya Deni.
"Yes! But she won't to know."
"Ooh I'm sorry to hear that." Jihan bersimpati.
"Ooh my!" Friska hanya menanggapi seadanya,  dan dilanjutkan dengan dukungan dan saran dari yang lain agar Nudia tidak lagi memberikan jawaban ujian kepada temannya.
Bel tanda pulang berbunyi ketika Deni hendak berkomentar.
"Oke class, Thankyou for today and see you next meeting." pungkasnya.
Semua sibuk membereskan buku dan bergegas keluar kelas, tapi tidak dengan Nudia, Ia membiarkan teman-temannya keluar terlebih dahulu, sementara Ia membereskan buku dan mengecek handphonenya. Setelah kelas kosong barulah Nudia meninggalkan kelas menuju tangga turun dengan mata yang tetap fokus pada benda bercasing pink cerah di genggamnnya.
"Could I know your lecture?" Suara yang tiba-tiba terdengar membuat Nudia mencari sumber
nya. Didapati pengajar Bahasa Inggrisnya kini berada dihadapannya, dengan tangan mendekap beberapa buku. Nudia memperhatikan sekitar untuk meyakinkan bahwa pertanyaan itu memang untuknya. "You ask me?" tanyanya ragu.
"Yes, absolutely!"
"It's my problem. I just tell to the class because of the lesson." ujar Nudia sinis.
"Okey but I guess your lecture is Miss oxcel." ujar Deni ringan sembari menuruni tangga. 
"How can you know?" tanya Nudia heran yang langsung mengikuti langkah cepat didepannya..
"Because she is my sister and she teach accounting in your university."
jawab Deni sambil berlalu.
"Can you help me?" pinta Nudia tiba-tiba.
Deni menghentikan langkahnya, Ia sudah menyangka muridnya ini akan meminta pertolongan.
"Pertolongan apa?" tanyanya polos dalam Bahasa Indonesia karena kini mereka sudah berada di parkiran.
"Bantu saya ketemu sama Bu Oxcel, Sir biar nilai saya berubah. Saya gak mau ngulang semester depan." Nudia kembali memohon.
Namun tak ada jawaban dari sosok di hadapannya.
"Saya tau hubungan kita gak terlalu baik. Tapi kalo Mister gak bantu saya, semua akan jadi tambah gak baik." ujar Nudia. "Maksudnya nilai saya jadi buruk." lanjutnya setelah menyadari kata-katanya tadi ambigu.
"Okey saya akan coba bilang ke kakak saya, nanti saya kabarin." jawab Deni akhirnya.
"Thank you
, Sir." Nudia akhirnya bisa sedikit bernafas lega.
Deni melangkah menuju mobilnya. Ia tak habis pikir kenapa langsung berniat membantunya padahal sikap Nudia selama ini cendrung tak bersahabat.
"Sir!!"
Deni menghentikan langkahnya. "Ya?"
"Boleh minta nomor handphone?" pintanya pelan. "Maksudnya biar saya bisa ngehubungi Mr. Deni tentang kelanjutan nilai saya."
Pernyataan Nudia membuat Deni seakan menjadi penentu nasib nilai Nudia.
Deni memberikan sebuah kartu nama yang diambil dari dompetnya.
"Sekali lagi makasih banyak ya, Sir."
"Iya." jawab Deni singkat dan langsung melajukan mobilnya.
Jalanan mulai lengang, lampu-lampu jalan menghiasi malam, udara dingin makin membelenggu. "Makin lama anak itu semakin mirip sama Rasti." ujarnya pelan. Ia hampir pingsan saat melihat Nudia pertama kali. Kala itu Ia masuk ke ruangan level awal kelas Conversation. Nudia dengan polosnya melempar senyum kepadanya. Senyuman itu mengingatkannya kepada wanita yang hampir Ia nikahi kalau saja kecelakaan maut itu tak terjadi. Sejak saat itu sebenarnya Deni sering memerhatikan Nudia saat di kelas.

***

Nudia mendapatkan pesan singkat dari Mr, Deni yang mengajaknya bertemu siang ini di The Jan's Coffee Shop. Ia telah merancang kalimat-kalimat perbelaan yang akan diajukannya nanti. Nudia memasuki Coffee Shop yang tak begitu ramai, mengambil tempat di sudut agar dapat melihat pengunjung yang baru datang. Beberapa menit kemudian,  dua orang yang Ia kenali berjalan menuju mejanya. Ia melempar senyum dan menyapa Bu Oxcel dan Deni. Penampilan mereka berdua jauh berbeda ketika mengajar, kali ini  lebih santai. Bu Oxcel mengenakan rok bercutting lebar dan kaos pas badan, sedangkan Deni dengan kemeja abu-abu yang digulung sesiku membungkus tubuhnya yang proporsional. Percakapan mereka dimulai dengan obrolan ringan untuk mencairkan suasana, sampai pada saat Deni memberikan kode untuk Nudia membicarakan maksud dan tujuan utama pertemuan ini.   
"Bu, saya mau menjelaskan masalah ujian kemarin."
ujar Nudia berhati-hati dengan kalimatnya.
"Iya kenapa?"
jawab Bu Oxcel yang kini mulai serius juga. Ia sebenarnya sudah tau maksud dari pertemuan ini, hanya saja Ia ingin mendengar sendiri pembelaan dari Nudia.
"Saya meminta pertimbangan untuk bisa merubah nilai saya.." pinta Nudia setengah memohon.
Kemudian Bu oxcel meminta penjelasan lebih lanjut dan akhirnya sepakat memberikan pertimbangan dengan ujian ulang agar nilainya bisa berubah Nudia sangat berterimakasih kepada Bu Oxcel dan tentu saja kepada Mr. Deni yang membantu pertemuan ini.
"Kita balik duluan ya." pamit Bu Ocxel.
"Iya, Bu. Makasih banyak sebelumnya." ujar Nudia.
"Kamu pulang sama siapa?" tanya Deni tiba-tiba.
"Hmm... Gampang Sir."
"Bareng aja sekalian sama saya."
"Gak usah nanti saya minta jemput aja, Sir."
"Ooh okey kalau begitu, kami duluan."
Nudia tak beranjak dari kursinya walaupun kedua orang yang tadi berada di mejanya telah pergi. Ia masih memandangi kursi kosong dihadapannya seolah masih terisi oleh pengajar Bahasa Inggrisnya. Segera ditepis bayangan itu dan berlalu keluar Coffee Shop.

***

Sore itu tak ada jadwal kursus, tapi Nudia harus datang ke tempat kursus untuk bimbingan membuat Essay yang menjadi tugas akhir kelas Conversation. Sialnya saat Nudia sampai telah banyak yang mengantri untuk bimbingan. Alhasil Ia menjadi yang terakhir, Setalah menunggu hampir 2 jam. Baru saja Ia akan membuka pintu, sesorang dari dalam lebih dulu menarik gagang pintu. Nudia menghentikan langkahnya.
"Sorry Nudia, I feel so tired. Can we re-schedule our appointment?
Nudia melihat wajah Deni yang memang sangat lelah. Walaupun Ia sedikit merasa kesal karena telah menunggu hampir 2 jam akhirnya Ia menyetujui untuk mengatur ulang jadwal bimbingannya. "Okey, Sir." jawabnya singkat. Malam ini Nudia pulang ke rumah dengan sia-sia tanpa hasil. Padahal niatnya malam ini Ia akan menyelesaikan Outline sebelum pertemuan kursus selanjutnya. Apadaya Ia harus kembali mengatur jadwal dengan pembimbingnya

***

Nudia bergegas keluar kelas setelah menyelesaikan kuis Ekonomi Mikro untuk menghindari Reno. Mantannya yang satu ini masih bersikeras mengajaknya balikan. Padahal Nudia telah dengan tegas menolaknya. Ia ingin bebas berteman dengan siapa saja tanpa batasan dari Reno yang selama ini mengaturnya. Nudia sedang menunggu angkutan umum di halte kampus saat tiba-tiba ada mobil yang berhenti di depannya. Hanya selang beberapa detik, keluarlah seseorang dari balik kemudi.
"Mr. Deni? Kok bisa ada di sini?" tanya Nudia heran.
"Saya abis nganter Kak Oxcel. Kamu udah pulang?"
"Iya, udah pulang, Sir."
"Kebetulan bareng aja sekali kita bisa mampir dimana dulu gitu untuk ngebahas essay kamu. Gimana?"
"Boleh, Sir." jawab Nudia bersemangat.
Pipi Nudia bersemu merah saat Deni membukakan pintu mobil untuknya. "Baru kali ini gue dibukain pintu mobil sama cowok, dulu Reno aja gak pernah." batinnya.
"Kita mau ngebahas essay dimana?" tanya Deni dengan sekilas melirik bangku kirinya.
"Eh-- terserah Mister aja. Mungkin di EEB?" Nudia hanya merespon seadanya. Ia masih belum bisa menormalkan aliran darahnya yang mengalir lebih cepat.
"Kalo di EEB terlalu formal. Di tempat kemarin aja gimana? usulnya.
"Ide bagus, Sir." Nudia melengkungan senyumnya lebar, tak dapat menutupi kegirangannya.

Suasana The Jan's Coffe Shop masih sama seperti beberapa hari lalu, tak begitu ramai. Kali ini mereka mengambil tempat di lantai atas yang terbuka. Langit sore yang tak terlalu panas dan hembusan lembut angin membuat suasana semakin cozy.
Nudia memerhatikan sosok dihadapannya yang sedang menatap lekat lembaran essaynya yang berjudul "Relaxing Stress by Jogging", gerakan matanya yang cepat menyapu seisi kertas, alisnya sesekali mengerut saat mendapati grammer yang salah kemudian memberi tanda untuk diperbaiki.
"Nud, ini yang paragraf terakhir saya rasa banyak pemborosan kata yang intinya sama aja. Lebih baik dihilangin aja." Deni mengalirhkan fokusnya dari lembaran kertas yang kini penuh dengan coretan. "Nudia?"
"Eh--Iya Sir."
"Kamu kenapa ngeliatin saya?" tanya Deni heran saat mendapati Nudia menatapnya lekat.
"Gak ada apa-apa kok Sir. Saya--- cuma kagum sama anda, masih muda, baik, soft skillnya bagus." puji Nudia.
Deni hanya membalas dengan seyum pujian yang dilontarkan Nudia. "Okey kita balik fokus ke essay kamu. Ini udah saya tandain yang grammer-nya kurang tepat juga beberapa kalimat yang kurang sinkron. Saya mau minggu depan semuanya udah beres." Deni sengaja mengalihkan perhatiannya agar perasaannya tak terbawa arus kemudian terhanyut dengan keadaan. Ia tak mau lagi terjebak dengan nostalgia 'Rasti'.
"Siap Sir!" jawab Nudia mantap.
Malam ini adalah jadwal kursus Bahasa Inggris yang akhirnya membuat Nudia tak sempat pulang karena waktu telah menunjukkan pukul 18.00. Mereka makan malam berdua sebelum menuju tempat kursus.
"Kamu masuk duluan aja ya." ujar Deni. Ia tak ingin ada asumsi sepihak dari guru atau murid lainnya. .
Nudia menuruti permintaan sosok di sampingnya. Ia langsung masuk ke kelas tanpa menunggu di Lobby seperti yang biasanya dilakukan. Ternyata kelas masih sangat sepi, Nudia-lah orang pertama yang datang. Ia iseng mengutak-atik handphonenya, hanya sekedar membuka social media untuk membunuh kejenuhan.
"Nud, lo tadi bareng Mr, Deni?" tanya Friska heboh. Padahal Friska masih berada di ambang pintu.
"Eh--" Nudia bingung harus menjawab jujur atau mengelak.
"Tadi gue sama Lala liat lo turun dari mobil Mr. Deni." sambung Friska lagi
"Iya. Tadi itu gue abis bimbingan essay, makanya dateng barengan." Nudia menjawab jujur. 
"Lo bimbingan dimana?" kali ini Lala yang mulai heboh.
"Di coffee shop."
"Lo nyolong start ya duluan ngedeketin Mr. Deni?"
Friska dan Lala makin heboh dan membanjiri Nudia dengan berbagai macam pertanyaan.
"Gue gak lagi PDKT lho. Emang kalian yang terkagum-kagum sama Mr. Deni."
"Tapi kan Mr, Deni itu ganteng, pinter lagi." Friska memuji dengan wajah sumringah seakan sosok itu ada di hadapannya. "Iya baik, ramah, gak sombong." lanjut Lala. "Rajin menabung dan hafal Undang-Undang." sambung Nudia asal.
Bel tanda masuk telah berbunyi disusul dengan murid-murid lain yang memadati kelas. Alhasil pembicaraan mereka terhenti karena objek pembicaraannya pun telah ada di situ.

***

Tiga bulan belakangan ini membawa banyak perubahan untuk kehidupan Nudia, telah banyak hal-hal baru yang terjadi. Segalanya berlalu begitu cepat dan tiba-tiba termasuk perasaannya kepada Mr. Deni yang hadir tanpa diduga. Debaran jantungnya yang sering tak terkendali saat gurunya itu memanggil namanya untuk membaca teks atau memberikan pendapat. Malam ini Ia menghadiri Farewell Party, setelah melalui presentasi essay dengan bimbingan yang melelahkan dan memakan waktu juga Promotion Test yang sangat ketat. Di salah satu kafe dekat tempat les, pesta telah dimulai. Semua menikmati makanan dan minuman yang telah dipesan dengan obrolan hangat mengenang semua yang telah terjadi selama menjalani kursus. Tiba-tiba Deni meminta perhatian mereka tertuju padanya. "Hay guys. I wanna hear from you what's you opinian, critics, impression, and everything about me. Just say what you want to say. I won't be angry or embarrase. So, who will be the first?"
Semua saling bertatapan dan akhirnya Ferdi mengorbankan diri untuk memulai dan menyampaikan apa yang Ia ingin katakan, kemudian dilanjutkan satu persatu secara bergantian. Semuanya mengucapkan terimakasih atas pelajaran dan nasihat yang telah diberikan. Di mata murid-muridnya, Deni tak hanya seorang guru, Ia juga teman baik yang sering memberikan motivasi. Kini tiba saatnya giliran Nudia memberikan opininya. Ia memulai dengan ragu. "The first time I met you, you're my teacher in basic class. You're kind, friendly, interactive until someday you make me change my perspective. I get mad when you make me repeat a dialog with good pronunciation more than once." Ia mengambil nafas panjang kemudian melanjutkan, "And than some months ago we met again in this class. I shocked when I open the door and found you as my teacher again. I think this term will bored but in the middle of term, you saved my life. Hmm... I mean my campus life. Several meetings at the coffee shop make me found your brightest-side, not just yourself in this class. Like the others said, You're a good friend. But I gotta you more than just a friend. I love you, Sir.” Kalimat terakhir tak Ia ucapkan dengan lantang, hanya hatinya yang berucap. “That’s all my opinion. Let’s continue!” Nudia memaksa untuk tersenyum.
Friska melanjutkan, mengutarakan rasa terimakasihnya kepada Mr. Deni dengan tak lupa mengungkapkan kekagumannya yang luar biasa. Acara dilanjutkan dengan berfoto-foto sebanyak mungkin untuk mengabadikan moment yang tak akan terulang ini.
“Can we talk?” tanya Mr. Deni ketika pesta telah berakhir.
Nudia menganggukkan kepala menyatakan persetujuannya.
Deni membawa Nudia ke bagian belakang kafe untuk berbicara empat mata.
“Ada apa, Sir?” tanyanya heran
.
"Kamu mirip dengan seseorang yang sangat saya cintai."
"Siapa?" kali ini Nudia makin penasaran.
"Rasti." ujar Deni pelan. Sudah lama Ia menghindari menyebut nama itu.
"Almarhumah Teh Rasti maksudnya?"
"Iya, Rasti sepupu kamu."
"Ja--di-- Mister calon suaminya Teh Rasti?" Bola mata Nudia hampir sama meloncat karena kekagetannya.
"Iya. Setiap ngeliat kamu saya ngerasa kayak Rasti hidup lagi.
"Oh my God!!" Berkali-kali kalimat itu terucap dalam benak Nudia. Ia kembali memikirkan kalimat terakhirnya tadi ketika Farewell Party yang belum sempat terucap karena terhalang status Mr. Deni sebagai gurunya. Saat ini masalahnya bertambah runyam, Is ternyata mencintai mantan calon suami dari sepupunya.
"Saya gak bermaksud apa-apa. Saya cuma mau kita tetep deket walaupun sekarang kamu udah gak kursus di sini lagi."
"Pasti, Sir. Kita masih bisa sering ngopi bareng lagi." Nudia berusaha tersenyum meski hatinya menangis. Harapannya mendapat balasan cinta dari Mr. Deni makin melayang tinggi. Hati gurunya itu seperti telah membentuk bongkahan es yang sulit dicairkan. Ia juga tak mungkin menghianati sepupunya sendiri. Kadang banyak perasaan yang harus dikorbankan agar semuanya baik-baik saja karena cinta bukan hanya tentang memiliki.
"Saya pulang duluan ya, Sir." ujar Nudia sembari menyeka air mata yang mulai tak terbendung.
"Bareng sama saya aja."
"Gak usah Sir, saya bareng Luvqi aja." Nudia langsung meninggalkan Mr. Deni, mencari Luqvi di parkiran.
"Luqvi anterin gue pulang." ujarnya tanpa basi-basi. Ia membenamkan wajahnya pada pundak Luqvi yang kokoh mengendalikan stang motornya. Lucu memang, biasanya luqvi-lah yang mati-matian ingin mengantar Nudia pulang. Tapi kali ini Nudia yang minta diantarkan pulang.
Tak pernah ada yang salah dengan cinta, mungkin saja kali ini cinta Nudia tidak dengan orang yang tepat atau keadaannya yang belum tepat.

Comments

Popular posts from this blog

Kerja Praktek PT. Elnusa Tbk. by Rosita Renovita

Internship (Magang) di Kangean Energy Indonesia

Memperjuangkan (Tempat) Tugas Akhir